My Journey

My Journey
Sekapur Barus
Isi tulisan dipersembahkan hanya untuk diri sendiri, langkah apresiasi terhadap usaha diri, berjuang hidup untuk mandiri, menikmati hidup yang hanya sekali, sebagai bukti bahwa diri pernah berdiri dan menjalani hidup tanpa menyesali. Dipersilahkan kepada para penjelajah dunia maya untuk menjelajahi blog ini. blog yang berisi kumpulan tugas kuliah,catetan dan kejadian aneh lainnya. NO SARA , NO PORNO , NO RASIS . salam damai ! ! !

Minggu, 27 September 2015

Tips n Tricks di CommuterLine



Anda hidup di jakarta? Kota metropolitan:pusat segala kegiatan pemerintahan, industri serta perdagangan;kota segala etnis yang bahkan orang betawi asli mulai tersingkir oleh aliran deras urbanisasi.  Ketika arus balik lebaran, sidak dititik kedatangan pemudik seperti terminal dan stasiun dilakukan mengantisipasi ribuan pemudik baru berKTP nonjakarta mencari kerja. Bagai gula dikerubungi semut, It’s Jakarta. Geliat kehidupan jakarta 24 jam non stop, uang berputar cepat setiap harinya, pekerja bergerak cepat mengimbangi perputaran uang di jakarta ini. Berangkat setelah shalat subuh dikala masih gelap, menuju stasiun atau halte TransJakarta mungkin juga dengan kendaraan pribadi menuju kantor masing-masing. Berangkat dini bukan soal jarak kantor yang terlampau jauh tetapi soal kemacetan, semakin pagi semakin terhindar kemacetan dan semakin siang ya wassalam anda tersisih.

Begitupun dengan penulis, berangkat ba’da subuh menuju stasiun Pasar Minggu. Lokasi kantor di daerah Ancol Barat membuat penulis menumpang CommuterLine jurusan Bogor-Jakarta Kota, biasanya tiba di pasar minggu pukul 05:25, perjalanan sekitar 15 menit dari rumah memotong lalui daerah Condet serta menyeberangi sungai Ciliwung menuju stasiun. Menggunakan CommuterLine di jam-jam sibuk, jangan harap dapat tempat duduk. Ya, dipastikan gerbong penuh sesak berjubel anak sekolahan, karyawan/i, pedagang dan sebagainya. Namun setelah penelitian sekian lama, berdasarkan uji hipotesa penulis memiliki beberapa tips n tricks untuk mendapatkan tempat duduk atau tempat ternyaman disaat jam-jam sibuk.
 
CommuterLine, alat angkut masal warga Jakarta
Tips n tricks ini tidak dapat dijadikan acuan baku, sekedar membantu sesama pengguna CommuterLine. Penggunaan tips n tricks ini dapat disesuaikan dengan kondisi jalur CommuterLine masing-masing, dan penulis menjadikan contoh CommuterLine jalur Bogor-Jakarta Kota. Yap, lets see!

Berangkat Kerja, Pasar Minggu – Jakarta Kota
Perhatikan informasi kereta
Petugas stasiun akan selalu menginformasikan posisi CommuterLine secara update, perhatikan dengan seksama jika terdapat informasi bahwa CommuterLine tujuan Jakarta Kota beruntut dan berdekatan, contoh “CommuterLine Jakarta Kota berangkat Tanjung Barat dan CommuterLine selanjutnya masuk Lenteng Agung”. Disarankan anda memilih CommuterLine ke-2, karena orang-orang cenderung memilih CommuterLine pertama untuk mengejar waktu jadi kemungkinan CommuterLine ke-2 lebih sepi dibandingkan pertama.

Pilihlah 3 atau 4 Gerbong Terdepan
Sebelum naik CommuterLine disarankan anda memilih gerbong ke 3 atau 4. Setelah diamati gerbong tersebut cenderung lebih lenggang dibandingan gerbong lain. Gerbong pertengahan yaitu 5 dan 6 merupakan gerbong terpadat, jadi hindari gerbong tersebut. Memilih gerbong yang lebih lenggang secara langsung menaikkan peluang anda mendapatkan tempat duduk.

Hindari naik gerbong ke 2 atau 9 (Bersebelahan Gerbong Wanita)
Kenapa?gerbong tersebut menjadi gerbong limpasan wanita-wanita yang kalah bersaing dari gerbong wanita. Jangan salah, menurut informasi teman. Gerbong wanita lebih keras dan ketat persaingan memperebutkan bangku. Bahkan pernah terjadi ibu-ibu hamil terpaksa menyingkir dari gerbong wanita karena tidak ada yang mau memberikan tempat duduk. Thats so cruel!. Akhirnya gerbong sebelahnyapun menjadi gerbong alternatif wanita untuk mencari tempat duduk dari kejantanan dan belaskasihan pria-pria berdasi. Semakin banyak wanita digerbong yang anda masuki, semakin sedikit peluang anda mendapatkan kursi panas.

Duduk di bangku prioritas, lebih baik berdiri!
Jangan pernah duduk dibangku prioritas, karena itu hal yang sia-sia. Jika rasa moral anda masih ada, maka duduk dibangku prioritas tidak akan pernah bertahan lama. Lebih baik berdiri atau mencari bangku reguler. 

Pahami titik-titik penumpang naik dan turun
Untuk jalur Pasar Minggu – Jakarta Kota, titik terbanyak penumpang akan turun di stasiun Cawang, Cikini, Gondangdia dan Juanda. Dititik tersebutlah peluang untuk mendapatkan tempat duduk terjadi. Awasi keadaan sekitar dan gelagat penumpang yang bersiap akan turun (contoh : menoleh kekanan-kekiri, merapikan headset, menutup buku bacaan dan menyakukan gadget yang sedari tadi dimainkannya). Jika melihat gelagat tersebut, segera dekati!

Lihat sekeliling, cari orang yang tidak tidur!
Ini jurus pamungkas, setelah anda masuk gerbong yang disarankan. Perhatikan sekeliling anda, utamanya lihat penumpang yang sedang duduk. Cari diantara mereka yang tidak tidur, yang gelisah menanti sesuatu atau yang menghabiskan waktu bermain gadget. Jika ketemu, segera dekati dan berdiri didepannya. Dipastikan penumpang tersebut akan turun tidak dalam waktu lama, tinggal sabar menanti penumpang tersebut turun and finally you got it!. Tricks ini terbukti berhasil, berkali-kali penulis mendapatkan bangku dengan cara ini. Silahkan dicoba :)

Kondisi jam sibuk, nikmatin aja!

Pulang Kerja, Jakarta Kota – Pasar Minggu
Lihat jadwal CommuterLine
Tiba distasiun, hal pertama yang diperhatikan adalah jadwal dari CommuterLine itu sendiri, sama halnya saat berangkat kerja. Informasi CommuterLine adalah hal penting untuk mengatur perjalanan dan kenyamanan. Dengan melihat jadwal anda juga bisa menebak kira-kira kereta yang anda inginkan berada dijalur berapa, sehingga anda bisa segera mencari posisi menunggu yang tepat.

Lihat Posisi Pintu CommuterLine
Lihatlah posisi pintu masuk CommuterLine yang telah berada dijalur, dengan memperhatikan posisi tersebut anda dapat menempatkan posisi anda tepat didepan pintu CommuterLine yang diinginkan. Sehingga anda dapat masuk gerbong mendahului penumpang lain dan mendapatkan tempat duduk.

Jelajahi Seluruh Gerbong
Karena Jakarta Kota adalah stasiun awal, sehingga cukup mudah untuk mendapatkan bangku jika kondisi pengguna CommuterLine tidak terlalu padat. Masuklah dari gerbong paling belakang, jika perlu dari gerbong wanita :). Telusuri gerbong hingga anda mendapatkan bangku, biasanya banyak space space tersembunyi yang dapat anda duduki. Namun jika kondisi pengguna CommuterLine padat, anda tidak dapat menggunakan metode ini, sebaiknya segera gunakan metode pemilihan gerbong 3 atau 4 terdepan.

Anda Tidak Dapat Tempat Duduk
Ramai, disaat jam sibuk dan tidak dapat tempat duduk??? Dont worry, masih ada cara untuk mendapatkan tempat berdiri yang nyaman. Ada beberapa bagian gerbong yang penulis nilai dapat memberikan kenyamanan saat berdiri diantara bebas tergencet penumpang lain, ruang lebih lega, ada sandaran badan dan akses keluar mudah. Bagian yang penulis maksud adalah, ruang antara pintu keluar/masuk CommuterLine dan bangku prioritas. Jika anda perhatikan, sudut tersebut memiliki space lebih lebar dibandingkan ruang sudut bangku reguler. Berdiri di sudut ini, anda memiliki sandaran di tiang, bangku dan dinding gerbong serta anda bisa memiliki ruang lebih lega tanpa khawatir tergencet penumpang lain. Namun tetap perhatikan jika penumpang masuk, usahakan saat banyak penumpang masuk posisikan tubuh menghadap pintu, sehingga penumpang beranggapan tempat anda penuh. Jika semua sudah naik, kembalikan posisi anda menyandar di tiang, alhasil didepan anda masih ada cukup ruang gerak untuk bermain gadget, baca buku atau nyemil makanan.
 
Sudut Bangku Prioritas, space antara pintu dan bangku
Dibalik semua tips n tricks ini tetaplah moral dan attitude hal yang utama, tetap prioritaskan yang perlu diprioritaskan. Prioritaskan bangku untuk lansia, ibu hamil, ibu membawa anak balita dan yang memiliki kekurangan meskipun bukan bangku prioritas. Dibalik semua fenomena sosial ini akankah anda pertahankan prinsip hidup anda, dimana sekarang hal “normal” dilihat sebagai “tidak normal” dan yang “tidak normal” dianggap “normal”. Hal yang tidak biasa, dianggap biasa karena kita terbiasa melihat, melakukan hal tersebut. Kita hidup berdasarkan prinsip, dengan prinsip pula kita memiliki identitas diri. Jaga prinsip hidup, jangan sampai Jakarta merubah anda. Merubah menjadi apatis, egois dan pesimis. Jangan biarkan!

Sabtu, 12 September 2015

Gn. Guntur : Mendaki Bukan Soal Diatas 3000



Ibukota semakin padat, manusia berjibaku memenuhi gerbong krl, berpenuh sesak di kabin trans jakarta. Mereka berjejal menuju sumber pencaharian, ibarat ribuan semut merayapi cicak mati. Dan akan semakin padat.

Gn. Bromo menjadi titik refresh terakhirku di kisaran bulan februari, berbulan bulan lama tak dibelai angin segar pegunungan. Bosan terlalu lama dibelai polusi ibukota. Agustuspun tiba, berawal dari obrolan saat buka bersama di stasiun manggarai. Kami merencanakan menikmati ketinggian Gn. Guntur, Garut, sejenak sayapun sedikit asing dengan gunung ini. Rencana ini akan menjadi pengalaman pertama saya mendaki gunung di jawa barat. Gn. Guntur terletak di Garut, Jawa Barat dengan lokasi geografis 7o8’30’’ LS dan 107o20’BT serta memiliki ketinggian 2249 mdpl. Gunung yang termasuk jenis stratovolcano ini dulunya adalah gunung berapi teraktif pada dekade 1800-an dan terakhir meletus pada tahun 1947.
Hari H tiba. Meeting point kami di Kampung Rambutan yang hanya 10 menit dari rumah saya, kami janjian bertemu pukul 21:00 selepas pulang kerja. Ya Indonesia tetaplah indonesia, kami baru berkumpul lengkap sekitar pukul 22:30. Zzzttttttt.

 
Menanti bus di Kampung Rambutan


Untuk mencapai tujuan kami memilih menggunakan transportasi darat, selain memang murah meriah aksesnyapun cenderung mudah. Beda halnya jika memilih transportasi jalur udara, kami harus kebandung terlebih dahulu dan menyambung via jalur darat menuju Garut. Lain ceritanya lagi kalau kami memilih jalur laut, kami harus berputar lewati Selat Sunda menuju samudera Hindia dan berlabuh di Pangandaran lalu dilanjutkan via darat. RIBET. Cukup membayar 52.000 kita bisa sampai Garut, untuk menuju Gn. Guntur lebih baik kita turun di Pom Bensin Tanjung, sebelum memasuki kota Garut. Kami tiba di Pom Bensin Tanjung pukul 05:00, perjalanan menghabiskan 5 jam. Waktu yang sangat cukup untuk melepas lelah setelah bekerja, dan menyiapkan energi untuk pendakian. 

Kami menggunakan pick up carteran dengan biaya 10.000/org kemudian menuju basecamp, akan tetapi pembaca sebaiknya menggunakan truk penambang pasir yang banyak melintas. Cukup membayar seikhlasnya anda sudah bisa sampai dititik awal pendakian, jauh diatas basecamp dan utamanya untuk menghindari pungutan liar yang mematok harga 7500/org. Dana yang tidak jelas untuk apa nantinya. -___-


Pose sebelum naik, muka masih bersih

Titik awal pendakian ditandai dengan warung penduduk yang menjual berbagai minuman segar serta gorengan. Banyak yang tergoda, namun kami tidak. Keperkasaan Gn.Guntur lebih menggoda kami. Pukul 07:15 kami mulai mendaki, dengan rute yang menghindari jalur terbuka kami memilih jalur yang menuntun menuju Curug Citiis. Jalur ini didominasi hutan teduh sehingga perjalananpun nyaman, udara sejuk pepohonan dan iringan gemericik air menemani perjalanan. Jalur cukup mudah dilalui, kondisi jalur yang jelas dan landai tidak terlalu menguras energi. Kira-kira 15-20 menit perjalanan akan sampailah di Curug Citiis, Curug ini menjadi sumber air utama. Jalur sungai kecil berbatuan membelah lebatnya hutan, alam memang seimbang. Selebatnya hutanpun, akan memberikan jalur kecil pengairan yang menghidupi masyarakat desa dibawah sana. Curug Citiis termasuk sungai kecil yang berarus tidak deras, air yang mengalir sangat jernih sehingga sangat baik untuk bekal logistik di atas.

Rimbunan pepohonan menuju Curug Citiis

 
Curug Citiis


Setelah menyebrangi sungai, jalur akan terbagi 2 serta akan ada tanda arah kekiri atas dan jalur menanjak dikanan. Disarankan untuk mengambil jalur kekiri, jalur ini akan menuju area terbuka. Banyak tumbuhan yang telah mati kering, dan terdapat bekas bekas arang hitam akibat kebakaran hutan Juli lalu. Jalur ini jauh lebih mudah dilewati dibandingkan jika pembaca memilih jalan menanjak kekanan, jalur menanjak ini cukup ekstrim yang didominasi bongkahan batuan besar, sehingga sepanjang jalan akan memanjat batu tersebut untuk mencapai pos 3. Jalur tersebut sangat menguras energi, sebaiknya simpan energi tersebut untuk jackpot setelah pos 3. Perjalanan menuju pos 3 sangat kami nikmati, dengan pemandangan yang cukup memprihatinkan. Kondisi lahan hangus hitam terbakar, memang Gn. Guntur termasuk gunung yang tandus, sinar terik matahari yang selama + 6 jam memanaskan serta mengeringkan rumput ilalang.

Pohon mati kering, tinggal ranting mengering

Tibalah di pos 3, ramai dan padat. Banyak para pendaki yang istirahat dan membangun camp disini ditambah besok ada upacara bendera dalam rangka memperingati hari kemerdekaan. Di pos 3 kami melapor ke volunteer untuk didata, dengan menyerahkan ktp dan gantinya kami mendapat kartu no pendakian. Gratis tidak dipungut biaya, tujuan pendataan ini untuk memastikan semua pendaki termonitoring. Sebaiknya sebelum melanjutkan perjalanan, cek terlebih dahulu persediaan air minum. Isi penuh botol-botol kosong, karena di pos 3 merupakan sumber air terakhir sebelum menuju puncak 1. Setelah itu kami melanjutkan perjalanan.

Matahari mulai terik, kami mulai merapatkan pakaian menutup sela-sela tubuh agar tidak terbakar matahari. Sayapun ikut serta, menggunakan kemeja lapangan merah marun dan buff untuk menindari debu ditambah topi untuk mengurangi panas. Jangan gengsi untuk tidak menggunakan perlengkapan pelindung, bahkan payungpun boleh jadi. Karena kondisi dilapangan benar-benar panas dan tandus. Tumbuhan mati kering terbakar, begitu juga kulit.

Jackpot, tanpa bonus!
Selfie dulu, biar ga capek!


Dikejauhan terlihat puncak 1 menjulang tinggi, sangat dekat. Hal itu diartikan elevasi sepanjang jalan menuju puncak 1 lebih dari 45O , dan benar saja jalan menuju puncak 1 lurus mendaki tanpa ada kelokan landai, terus menghantam kemiringan tanah. Elevasi yang begitu sulit didaki serta terik dan tandusnya lapangan sangat menguras tenaga, kondisi struktur tanah yang berupa kerikil kecil dan pasir makin menyulitkan langkah kaki. 2 langkah menapak akan kembali turun 1 langkah, berat. Sayapun tidak mengira begitu beratnya medan Gn.Guntur. Terlihat pendaki lain tidak memiliki progress banyak saat menuju puncak 1, melangkah sedikit dan banyak beristirahat. Bukan lain karena beratnya medan, semakin mendekati puncak 1 elevasi semakin meningkat. Pukul 13:00 kami baru berhasil mencapai puncak 1, kurang lebih 4 jam untuk mencapai titik ini. BERAT dan MEMUASKAN, inilah keunggulan utama Gn. Guntur.

Lebih dari empat lima derajat.
Sepanjang menuju puncak 1, awas kepala sengklek!

Banyak pendaki yang mendirikan camp di puncak 1, area ini memiliki lahan datar yang luar. Sehingga mayoritas pendaki memilih beristirahat disini. Termasuk kami, dengan mencari area yang sedikit terlindungi dari hembusan angin langsung, kami memilih menepi disebelah rimbunan semak. Terkadang saya heran dengan pendaki yang memilih tempat di area yang benar-benar terbuka, hembusan langsung angin gunung yang begitu kuat. Antara mereka mencari view bagus, sensasi atau tidak tahu ilmunya, oh tidak. Mungkin karena kehabisan tempat. Ya anggalah begitu.
Titik camp puncak 1.


Memasak mengisi perut, beristirahat mengisi energi. Sayangnya istirahat kami terganggu oleh tingkah laku pendaki abal-abal. Saya cap seperti itu karena “mereka” tidak mengerti etika. Etika saat di gunung, di alam bebas. Bercanda kelewat batas , berteriak, tertawa terbahak-bahak, berisik di penghujung malam. Mengganggu “penghuni asli”, menganggu kedamaian, ketenangan. Tidak menghormati alam. Mudahnya, jika anda nongkrong dan berisik ditengah malam. Saya yakin, sendal akan melayang secara tiba-tiba kearah anda. Begitu juga di gunung, di alam bebas mereka memiliki sistem tersendiri dan kita harus menghormatinya. Dengan apa? Diam dan tidak mengganggu sistem tersebut.



Jam menunjukkan pukul 04:00, sesuai rencana kami bangun bersiap untuk melanjutkan perjalanan menuju puncak 2 dan 3. Berbekal carrier, makan ringan dan BARANG BARANG BERHARGA kami mendaki menyisir punggungan puncak 2. (Catatan Penting : Berhati-hatilah terhadap barang berharga anda, karena sudah banyak kasus pendaki kehilangan barang berharga akibat ulang pendaki iseng). Ini bukan sebuah peringatan tak berdasar, bahkan sebelum muncakpun kami diingatkan oleh bapak tua penjual makanan dan minuman di Curug Citiis untuk selalu berhati-hati dengan barang bawaan kami.
 
Sunrise dari Puncak 2 Gn. Guntur
Puncak 3 masih menjulang, tancap terus!

Pendakian dikejar waktu, dikejar matahari yang akan timbul diufuk timur. Kurang lebih 40 menit kami sampai di puncak 2, angin berhembus deras membelai kebekuan kulit. Menyusup disela pori-pori jaket tembus hingga kulit telanjang, sunrise tidak memuaskan kami. Begitulah manusia, tak akan puas. Dikejauhan dengan kokoh puncak 3 berdiri. Untuk menuju kesana kamu terlebih dahulu harus menuruni puncak 2 kemudian kembali mendaki puncak 3. Perjalanan menghabiskan sekitar 30-40 menit, ditengah perjalanan kami terhambat. Tepatnya saya yang menghambat, panggilan alam memanggil seperti biasanya. Saya menepi mencari semak belukar untuk menyambut panggilan tersebut. Hahahaha

Tiba dipuncak 3 bau belerang menyambut kami, muncul asap putih dari dalam tanah. Asap yang bersumber dari perut Gn. Guntur menembus dan menyelinap diantara celah bebatuan bumi. Mengingatkan gunung ini masih aktif. Sepanjang mata memandang disebelah selatan kokoh berdiri Gn. Cikuray dan Papandayan, dan selebihnya berbaris bukit bukit memenuhi tanah sunda ini. Langit biru cerah memayungi, awan berkumpul meneduhi desa kaki gunung. Melihat keatas lagi, masih kokoh puncak 4, dipisahkan oleh lembah curam diantara 2 puncak ini. Jalur terlihat ekstrim untuk dilewati, jarang pendaki yang menuju hingga puncak 4. Info yang didapat bahkan untuk sampai puncak tertinggi harus membuka jalur terlebih dahulu.

Alhamdulillah, kau menakjubkan Guntur !!!


Rasa terpuaskan terpenuhi, meski masih terdapat 1 puncak lagi, kami memilih untuk berhenti. Tidak semua kepuasan harus dipenuhi. Turun kembali menyusuri jalur, kembali ke tanah bawah menyudahi pertemuan kami dengan Gn. Guntur. Setiap perjalanan memberikan pelajaran salah satunya bahwa mendaki bukan soal diatas 3000.
Turun, good bye Guntur! terimakasih medannnya !