Jalan hidup memang tak dapat ditebak,
dan itulah yang terjadi hingga tiba-tiba saja terlempar disudut kota demak,
tepatnya sekitar 45 menit dari tembalang menggunakan sepeda motor 110cc tanpa
lewat jalur bebas hambatan pastinya. Dan waktu tempuh tersebut tidak termasuk
ketika melaju dijalan saat jam-jam kerja. Namun jika melaju dimalam hari dengan
kecepatan rata-rata diatas 70km/jam mungkin hanya membutuhkan sekitar 20 menit.
Berbagai jenis medan ditempuh, baik pegunungan ekstrim, perkotaan hingga
menembus gelap gulita diantara tambak-tambak bandeng penopang hidup rata-rata
masyarakat wilayah ini. Masyarakat pesisir dengan pola hidup mengikuti siklus
musim barat dan timur meskipun akhir penghujung tahun 2012 hal tersebut tidak
berlaku akibat perubahan ekstrim iklim didunia.
Memasuki desa ini cukup melewati jalan
yang sepanjang jalannya dibelah sungai kecil yang membawa dosa dosa ’’manusia berakal’’ dan dibuang dilaut tuk disucikan. Memanfaatkan sifat buffering laut hingga cenderung laut hanya dimanfaatkan oleh
oknum-oknum berakal. Sepanjang aliran sungai itu pula dengan rapi berbaris Rhizopora sp ditepian sungai menyediakan
lapak nyaman untuk ikan dan kepiting singgah bertelur. Layaknya lingkungan
pesisir yang sebenarnya, kondisi asri dimana siang hari masyarakat bersahabat
baik dengan teriknya matahari dan malam hari bersahabat baik dengan air laut
yang bertamu dirumah penduduk. Khususnya ketika posisi matahari, bulan dan bumi
dalam satu garis yang lurus, dibalik semua keindahan selalu ada sisi kelam.
Kebiasaan pemuda-pemudi yang
berbondong-bondong mencari tempat nyaman dan remang tuk menyaksikan indahnya
bulan purnama tak tahu jika dibalik hal tersebut menjadi momok yang mengerikan
ketika laut pasang dalam titik maksimal dan mulai menggedor pintu-pintu rumah
penduduk tuk mengisi kekosongan rumah-rumah.
Siklus alam yang selalu berputar dan
terus terjadi memperngaruhi pola hidup masyarakat. Memaksa menggunakan akal
yang diberkahi untuk terus bertahan dalan hidup berdampingan dengan alam.
Meninggikan rumah, dipan tidur yang tinggi, pemasangan stopkontak setinggi kepala anak umur 10 tahun dan masih banyak
lagi. Selalu beradaptasi dengan alam dan membuat rumah mereka senyaman mungkin
meskipun ketika tidur banyak ikan glodok yang berseleweran dibawah dipan atau
kepiting yang mencoba memanjat dipan.
Awal bencana ini dimulai sekitar tahun
2006, dimana terjadi erosi besar-besaran menghilangkan sebagian lahan dan
tambak warga. Batas pantaipun makin mendekati wilayah pemukiman hingga sekarang
belakang rumah wargapun sudah menjadi laut. Hanya dalam waktu kurang lebih 7
tahun semua berubah total. Dahulu dimana
pisang, kelapa bahkan semangka bisa tumbuh didaerah ini serta menjadi
produsen bandeng. Dan sekarang hanya
dijumpai mangrove, semak belukar dan sisa-sisa akar pohon kelapa. Jumlah lahan
tambak yang ada berkurang, banyak masyarakat yang beralih profesi menjadi
nelayan akibat hilangnya tambak mereka.
Air laut makin memasuki bagian-bagian
desa terdalam, mengubah kandungan nutrient tanah dan menuntut tumbuhan yang
memiliki kemampuan adatasi tinggi dan tetap bisa hidup. Yang lemah akan
tersingkir dan yang kuat akan tetap kokoh, hukum rimbapun berlaku diwilayah
pesisir. Tahun 2011 menjadi awal tahun yang mengubah segalanya, siklus berjalan
ektrim dan mempengaruhi kondisi yang ada. Erosi makin besar serta pasang air
laut makin tinggi, Ratusan juta digelontorkan pemerintah sebagai upaya
mempertahankan stabilitas pantai yang ada. Pembangunan breakwater tuk melindungi warga dari terjangan ombak, khususnya
ketika bulan januari dimana terjadi badai dan menyebabkan adanya strom surge. Naiknya muka level ini
rentan akan hantaman penjalaran ombak dari pusat badai. Sayangnya breakwater yang baru berumur kurang dari
setahun mulai memperlihatkan keuzurannya yang seharusnya belum patut diperlihatkan
akibat pembangunan yang terkesan asal-asalan.
Begitu juga Seawall atau Talut biasa
warga setempat menyebutnya mulai tercerai berai akibat terjangan gelombang,
padahal umurnya belum ada 2 tahun. Menurut warga talut tersebut cebat rusak
akibat campuran material yang tidak sesuai tepatnya campuran komponen semen
si-perekatyang sangat kurang. Berbagai LSM, organisasi kemahasiswaan dan
instansi-instansi swasta berlomba-lomba penanaman mangrove, mencoba melindungi
tanah timbul sloko dari ancaman laut. Mulai dari 1000 bibit, 3000 bibit bahkan
10.000 bibit.
Berada disini, melihat dan berdampingan
langsung, mengubah cara pandang hidup. Menjadi bagian yang mampu melindungi
desa ini sangatlah sebuah kebanggaan. Bukan berarti mengganggu siklus alam
untuk melindungi desa ini, biarkan saja siklus alam berlangsung toh itu sudah
menjadi hukum alam. Menjadi sahabat alam adalah jalan utama melindungi desa,
dan berharap 3 bulan ini menjadi seribu tahun kelangsungan desa ini.