Ibukota semakin padat,
manusia berjibaku memenuhi gerbong krl, berpenuh sesak di kabin trans jakarta.
Mereka berjejal menuju sumber pencaharian, ibarat ribuan semut merayapi cicak
mati. Dan akan semakin padat.
Gn. Bromo menjadi titik
refresh terakhirku di kisaran bulan februari, berbulan bulan lama tak dibelai
angin segar pegunungan. Bosan terlalu lama dibelai polusi ibukota. Agustuspun
tiba, berawal dari obrolan saat buka bersama di stasiun manggarai. Kami merencanakan
menikmati ketinggian Gn. Guntur, Garut, sejenak sayapun sedikit asing dengan
gunung ini. Rencana ini akan menjadi pengalaman pertama saya mendaki gunung di
jawa barat. Gn. Guntur terletak di
Garut, Jawa Barat dengan lokasi geografis 7o8’30’’ LS dan 107o20’BT
serta memiliki ketinggian 2249 mdpl. Gunung yang termasuk jenis stratovolcano
ini dulunya adalah gunung berapi teraktif pada dekade 1800-an dan terakhir
meletus pada tahun 1947.
Hari H tiba. Meeting point kami di Kampung Rambutan
yang hanya 10 menit dari rumah saya, kami janjian bertemu pukul 21:00 selepas
pulang kerja. Ya Indonesia tetaplah indonesia, kami baru berkumpul lengkap
sekitar pukul 22:30. Zzzttttttt.
Untuk mencapai tujuan kami
memilih menggunakan transportasi darat, selain memang murah meriah aksesnyapun
cenderung mudah. Beda halnya jika memilih transportasi jalur udara, kami harus
kebandung terlebih dahulu dan menyambung via jalur darat menuju Garut. Lain
ceritanya lagi kalau kami memilih jalur laut, kami harus berputar lewati Selat
Sunda menuju samudera Hindia dan berlabuh di Pangandaran lalu dilanjutkan via
darat. RIBET. Cukup membayar 52.000 kita bisa sampai Garut, untuk menuju Gn.
Guntur lebih baik kita turun di Pom Bensin Tanjung, sebelum memasuki kota
Garut. Kami tiba di Pom Bensin Tanjung pukul 05:00, perjalanan menghabiskan 5
jam. Waktu yang sangat cukup untuk melepas lelah setelah bekerja, dan
menyiapkan energi untuk pendakian.
Kami menggunakan pick up
carteran dengan biaya 10.000/org kemudian menuju basecamp, akan tetapi pembaca
sebaiknya menggunakan truk penambang pasir yang banyak melintas. Cukup membayar
seikhlasnya anda sudah bisa sampai dititik awal pendakian, jauh diatas basecamp
dan utamanya untuk menghindari pungutan liar yang mematok harga
7500/org. Dana yang tidak jelas untuk apa nantinya. -___-
![]() |
Pose sebelum naik, muka masih bersih |
Titik awal pendakian
ditandai dengan warung penduduk yang menjual berbagai minuman segar serta
gorengan. Banyak yang tergoda, namun kami tidak. Keperkasaan Gn.Guntur lebih
menggoda kami. Pukul 07:15 kami mulai mendaki, dengan rute yang menghindari
jalur terbuka kami memilih jalur yang menuntun menuju Curug Citiis. Jalur ini
didominasi hutan teduh sehingga perjalananpun nyaman, udara sejuk pepohonan dan
iringan gemericik air menemani perjalanan. Jalur cukup mudah dilalui, kondisi
jalur yang jelas dan landai tidak terlalu menguras energi. Kira-kira 15-20
menit perjalanan akan sampailah di Curug Citiis, Curug ini menjadi sumber air
utama. Jalur sungai kecil berbatuan membelah lebatnya hutan, alam memang
seimbang. Selebatnya hutanpun, akan memberikan jalur kecil pengairan yang
menghidupi masyarakat desa dibawah sana. Curug Citiis termasuk sungai kecil
yang berarus tidak deras, air yang mengalir sangat jernih sehingga sangat baik
untuk bekal logistik di atas.
![]() |
Curug Citiis |
Setelah menyebrangi sungai,
jalur akan terbagi 2 serta akan ada tanda arah kekiri atas dan jalur menanjak
dikanan. Disarankan untuk mengambil jalur kekiri, jalur ini akan menuju area
terbuka. Banyak tumbuhan yang telah mati kering, dan terdapat bekas bekas arang
hitam akibat kebakaran hutan Juli lalu. Jalur ini jauh lebih mudah dilewati
dibandingkan jika pembaca memilih jalan menanjak kekanan, jalur menanjak ini
cukup ekstrim yang didominasi bongkahan batuan besar, sehingga sepanjang jalan
akan memanjat batu tersebut untuk mencapai pos 3. Jalur tersebut sangat
menguras energi, sebaiknya simpan energi tersebut untuk jackpot setelah pos 3. Perjalanan menuju pos 3 sangat kami
nikmati, dengan pemandangan yang cukup memprihatinkan. Kondisi lahan hangus
hitam terbakar, memang Gn. Guntur termasuk gunung yang tandus, sinar terik
matahari yang selama + 6 jam memanaskan serta mengeringkan rumput
ilalang.
![]() |
Pohon mati kering, tinggal ranting mengering |
Tibalah di pos 3, ramai dan
padat. Banyak para pendaki yang istirahat dan membangun camp disini ditambah
besok ada upacara bendera dalam rangka memperingati hari kemerdekaan. Di pos 3
kami melapor ke volunteer untuk didata, dengan menyerahkan ktp dan gantinya
kami mendapat kartu no pendakian. Gratis tidak dipungut biaya, tujuan pendataan
ini untuk memastikan semua pendaki termonitoring. Sebaiknya sebelum melanjutkan
perjalanan, cek terlebih dahulu persediaan air minum. Isi penuh botol-botol
kosong, karena di pos 3 merupakan sumber air terakhir sebelum menuju puncak 1.
Setelah itu kami melanjutkan perjalanan.
Matahari mulai terik, kami
mulai merapatkan pakaian menutup sela-sela tubuh agar tidak terbakar matahari.
Sayapun ikut serta, menggunakan kemeja lapangan merah marun dan buff untuk menindari debu ditambah topi untuk
mengurangi panas. Jangan gengsi untuk tidak menggunakan perlengkapan pelindung,
bahkan payungpun boleh jadi. Karena kondisi dilapangan benar-benar panas dan
tandus. Tumbuhan mati kering terbakar, begitu juga kulit.
![]() |
Jackpot, tanpa bonus! |
![]() |
Selfie dulu, biar ga capek! |
Dikejauhan terlihat puncak 1
menjulang tinggi, sangat dekat. Hal itu diartikan elevasi sepanjang jalan
menuju puncak 1 lebih dari 45O , dan benar saja jalan menuju puncak
1 lurus mendaki tanpa ada kelokan landai, terus menghantam kemiringan tanah.
Elevasi yang begitu sulit didaki serta terik dan tandusnya lapangan sangat
menguras tenaga, kondisi struktur tanah yang berupa kerikil kecil dan pasir
makin menyulitkan langkah kaki. 2 langkah menapak akan kembali turun 1 langkah,
berat. Sayapun tidak mengira begitu beratnya medan Gn.Guntur. Terlihat pendaki
lain tidak memiliki progress banyak saat menuju puncak 1, melangkah sedikit dan
banyak beristirahat. Bukan lain karena beratnya medan, semakin mendekati puncak
1 elevasi semakin meningkat. Pukul 13:00 kami baru berhasil mencapai puncak 1,
kurang lebih 4 jam untuk mencapai titik ini. BERAT dan MEMUASKAN, inilah
keunggulan utama Gn. Guntur.
![]() |
Lebih dari empat lima derajat. |
![]() |
Sepanjang menuju puncak 1, awas kepala sengklek! |
Banyak pendaki yang
mendirikan camp di puncak 1, area ini memiliki lahan datar yang luar. Sehingga
mayoritas pendaki memilih beristirahat disini. Termasuk kami, dengan mencari
area yang sedikit terlindungi dari hembusan angin langsung, kami memilih menepi
disebelah rimbunan semak. Terkadang saya heran dengan pendaki yang memilih
tempat di area yang benar-benar terbuka, hembusan langsung angin gunung yang
begitu kuat. Antara mereka mencari view bagus, sensasi atau tidak tahu ilmunya,
oh tidak. Mungkin karena kehabisan tempat. Ya anggalah begitu.
![]() |
Titik camp puncak 1. |
Memasak mengisi perut,
beristirahat mengisi energi. Sayangnya istirahat kami terganggu oleh tingkah
laku pendaki abal-abal. Saya cap seperti itu karena “mereka” tidak mengerti
etika. Etika saat di gunung, di alam bebas. Bercanda kelewat batas , berteriak,
tertawa terbahak-bahak, berisik di penghujung malam. Mengganggu “penghuni
asli”, menganggu kedamaian, ketenangan. Tidak menghormati alam. Mudahnya, jika
anda nongkrong dan berisik ditengah malam. Saya yakin, sendal akan melayang
secara tiba-tiba kearah anda. Begitu juga di gunung, di alam bebas mereka
memiliki sistem tersendiri dan kita harus menghormatinya. Dengan apa? Diam dan
tidak mengganggu sistem tersebut.
Jam menunjukkan pukul 04:00, sesuai rencana
kami bangun bersiap untuk melanjutkan perjalanan menuju puncak 2 dan 3.
Berbekal carrier, makan ringan dan BARANG BARANG BERHARGA kami mendaki menyisir
punggungan puncak 2. (Catatan Penting : Berhati-hatilah terhadap barang
berharga anda, karena sudah banyak kasus pendaki kehilangan barang berharga
akibat ulang pendaki iseng). Ini
bukan sebuah peringatan tak berdasar, bahkan sebelum muncakpun kami diingatkan
oleh bapak tua penjual makanan dan minuman di Curug Citiis untuk selalu
berhati-hati dengan barang bawaan kami.
Pendakian dikejar waktu,
dikejar matahari yang akan timbul diufuk timur. Kurang lebih 40 menit kami
sampai di puncak 2, angin berhembus deras membelai kebekuan kulit. Menyusup
disela pori-pori jaket tembus hingga kulit telanjang, sunrise tidak memuaskan
kami. Begitulah manusia, tak akan puas. Dikejauhan dengan kokoh puncak 3
berdiri. Untuk menuju kesana kamu terlebih dahulu harus menuruni puncak 2
kemudian kembali mendaki puncak 3. Perjalanan menghabiskan sekitar 30-40 menit,
ditengah perjalanan kami terhambat. Tepatnya saya yang menghambat, panggilan
alam memanggil seperti biasanya. Saya menepi mencari semak belukar untuk
menyambut panggilan tersebut. Hahahaha
Tiba dipuncak 3 bau belerang
menyambut kami, muncul asap putih dari dalam tanah. Asap yang bersumber dari
perut Gn. Guntur menembus dan menyelinap diantara celah bebatuan bumi.
Mengingatkan gunung ini masih aktif. Sepanjang mata memandang disebelah selatan
kokoh berdiri Gn. Cikuray dan Papandayan, dan selebihnya berbaris bukit bukit
memenuhi tanah sunda ini. Langit biru cerah memayungi, awan berkumpul meneduhi
desa kaki gunung. Melihat keatas lagi, masih kokoh puncak 4, dipisahkan oleh
lembah curam diantara 2 puncak ini. Jalur terlihat ekstrim untuk dilewati,
jarang pendaki yang menuju hingga puncak 4. Info yang didapat bahkan untuk
sampai puncak tertinggi harus membuka jalur terlebih dahulu.
![]() |
Alhamdulillah, kau menakjubkan Guntur !!! |
Rasa terpuaskan terpenuhi,
meski masih terdapat 1 puncak lagi, kami memilih untuk berhenti. Tidak semua
kepuasan harus dipenuhi. Turun kembali menyusuri jalur, kembali ke tanah bawah
menyudahi pertemuan kami dengan Gn. Guntur. Setiap perjalanan memberikan
pelajaran salah satunya bahwa mendaki bukan soal diatas 3000.
![]() |
Turun, good bye Guntur! terimakasih medannnya ! |
nice info kak! akhirnyaaa ngeblog lagi. haha
BalasHapushahaha iyaaaa.sekian lama vakum, krena kesibukan. tpi ga tenang kl g nulis
BalasHapus