My Journey

My Journey
Sekapur Barus
Isi tulisan dipersembahkan hanya untuk diri sendiri, langkah apresiasi terhadap usaha diri, berjuang hidup untuk mandiri, menikmati hidup yang hanya sekali, sebagai bukti bahwa diri pernah berdiri dan menjalani hidup tanpa menyesali. Dipersilahkan kepada para penjelajah dunia maya untuk menjelajahi blog ini. blog yang berisi kumpulan tugas kuliah,catetan dan kejadian aneh lainnya. NO SARA , NO PORNO , NO RASIS . salam damai ! ! !

Jumat, 28 Desember 2012

siapa saya, anda, kita ???

Ketika memulai tulisan ini saya teringat kejadian pada tahun 2010 lalu.Media cetak regional maupun nasional bersama-sama memberitakan seputar Ujian Nasional tingkat SMA atau sederajat. Peristiwa yang setiap tahun meramaikan tajuk berita media cetak maupun tidak pada selang waktu bulan April. Namun pemberitaan Ujian Nasional tingkat SMA atau sederajat tahun ajaran 2010 terlihat berbeda. Pembocoran soal jawaban, tingkat kecurangan siswa, sidak dari kementrian pendidikan dan lain sebagainya itu hal yang “lumrah” diberitakan setiap tahunnya. Berbeda untuk Ujian Nasional tingkat SMA atau sederajat tahun 2010 khususnya diwilayah yogyakarta. ” Jumlah ketidaklulusan siswa SMA di DIY hingga 23,70 persen, tercatat sebagai angka tertinggi sepanjang sejarah. Pihak Disdikpora berencana membentuk tim untuk mencari penyebab ketidaklulusan”, kutipan dari salah satu pemberitaan media online.Yogyakarta memiliki tingkat kelulusan terendah se-pulau jawa pada saat itu.
” Mereka gagal dalam ujian nasional karena tidak lulus di mata pelajaran sosiologi dan Bahasa Indonesia”, pengakuan dari salah satu kepala sekolah. Kita tidak perlu membahas tingkat kelulusan SMA diyogyakarta karena pastinya sudah dibahas dan ditindak lanjuti dinas pendidikan. Salah satu kutipan berita terlihat beberapa kata yang berbeda dengan kata lainnya. Hal itulah yang perlu kita garis tebal, begitu prihatin ketika kita mendengar pemberitaan seperti itu. Diantara siswa-siswa tersebut, mereka tidak lulus pada mata pelajaran BAHASA INDONESIA, sejauh itukah?.
Sungguh ironis kejadian tersebut, bahasa indonesia yang merupakan bahasa resmi bangsa ini menjadi sebuah kendala. Jangan menyalahkan siswa-siswa kita, mereka hanyalah korban. Korban dari dampak negatif arus globalisasi , para pendahulu dan sistem pendidikan. Ketiga hal tersebut yang mendasari terciptalah kondisi yang kita alami sekarang. Masih banyak generasi muda yang lupa bagaimana menggunakan bahasa indonesia yang baik dan benar. Cenderung mereka lebih nyaman dan menyukai berkomunikasi dengan menggunakan bahasa daerah maupun bahasa “gaul”. Bahkan masih banyak diantara kita yang belum sepenuhnya paham istilah istilah pada kamus besar bahasa indonesia, Minim sekali pelajar kita membuka kamus besar bahasa indonesia dan pastinya mereka lebih sering membuka kamus bahasa inggris.Sudah punyakah anda kamus besar bahasa indonesia?Terlalu mudah ataukah kita terlalu meremehkan bahasa kita sendiri?
Pesatnya perkembangan arus globalisasi yang kita rasakan ini, benar benar memberikan dampak besar dalam kehidupan bermasyarakat termasuk bahasa. Teknologi yang semakin maju mempermudah akses masuknya hal tersebut, termasuk pula interaksi kultur budaya. Dampak terhadap Kultur budaya berbahasalah yang mendapat urutan pertama efek globalisasi. Dalam mengakses informasi global kita harus berkomunikasi, baik verbal atau non verbal. Diawali berkomunikasilah secara tidak langsung kita merekam informasi kultur bahasa dari lawan interaksi kita. Semakin sering kita berinteraksi dengan dunia luar semakin terbiasa pula kita merekam informasi tersebut. Sehingga secara tidak kita sadari hal tersebur akan terakumulasi menjadi kebiasaan sehari hari kita.
Perilaku dari para pendahulu atau yang biasa kita sebut orang tua, menjadi faktor terpenting. Ada peribahasa “buah jatuh tidak akan jauh dari pohonnya” yang bermakna perilaku seorang anak tidak akan berbeda jauh dengan perilaku orang tuanya, termasuk juga perilaku dalam berkomunikasi. Mengapa begitu banyak generasi muda kurang menyukai atau terbiasa untuk berkomunikasi menggunakan bahasa indonesia yang baik dan benar? Kaitannya mereka lebih menyukai menggunakan bahasa “gaul” atau daerah. Penggunaan bahasa daerah memang memiliki nilai positif, yaitu dalam mempertahankan nilai dari budaya kita. Keberagaman suku yang ada di negri ini maka beragam pula bahasa suku tersebut. Orang tua yang memiliki latar berlakang adat yang kental cenderung untuk menggunakan bahasa suku mereka dalam berkomunikasi sehari-hari sehingga secara perlahan kedudukan bahasa indonesia sebagai bahasa resmi akan semakin tersingkir. Semakin sering orang tua menggunakan bahasa tersebut dirumah dan hal ini akan semakin mudah terekam pada tiap generasi muda sehingga mau tidak mau akibat kebiasaan mereka akan meniru perilaku dari orang tua mereka. Dan kita tahu, keluarga merupakan lingkungan pertama bagi setiap anak yang lahir. Lingkungan inilah yang menjadi faktor penentu karakter anak tersebut. Bahkan dipedalaman sunda, masih terdapat masyarakat yang tidak mengerti bahasa indonesia apalagi dipedalaman irian, kalimantan dan pulau-pulau lainnya. Masyarakat kita masih belum paham arti pentingnya bahasa indonesia sebagai identitas utama kebangsaan kita.
Pemerintah juga mengupayakan dalam mencerdaskan pelajarnya. Salah satunya pencerdasan berbahasa indonesia, sejak kita duduk dibangku sekolah dasar hingga pada jenjang perguruan tinggi akan selalu “dijejali” mata pelajaran bahasa indonesia. Berharap pelajarnya mampu memahami serta mengaplikasikan pada kehidupan sehari-hari. Secara pengalaman pribadi belajar bahasa indonesia saat itu sangat membosankan, membuat ngantuk dan suntuk. Terdapat keganjilan dalam sistem pendidikan kita, metode pembelajaran yang dilakukan dinilai belum sesuai untuk diterapkan. Walaupun sudah membuat banyak kurikulum yang diterapkan, mulai dari KBM, KTSP dan masih banyak lagi terbukti belum efektif untuk mencapai tujuan mencerdaskan pelajarnya. Dan hal tersebut berefek pada pemahaman pelajar mengenai bahasa indonesia khususnya.
Meskipun hanya sedikit diantara ratusan ribu total populasi penduduk NKRI yang ingat dan tahu mengenai bulan bahasa yang jatuh pada bulan oktober ini, kita masih bisa membenahi kondisi ini. Belum terlambat, akan tetapi kita harus mengeluarkan tenaga ekstra untuk menyadarkan pentingnya menggunakan bahasa identitas kita. Diawali dengan hal yang kecil yaitu keluarga, para orang tua diberikan pembinaan dan sosialisasi akan pentingnya hal tersebut. Memberikan contoh berkomunikasi menggunakan bahasa indonesia yang baik dan benar. Akan tetapi penggunaan itu tidak bermaksud untuk menghilangkan unsur bahasa suku masing-masing. Agar tidak menghilangkan salah satu unsur tersebut, orang tua harus bijak dalam penerapannya. Harus seimbang penggunaan keduanya, memang hal ini cukup sulit dilakukan apalagi hal ini menyangkut adat istiadat. Sehingga diperlukan sosialisasi yang merata diseluruh daerah indonesia akan maksud dan tujuan misi kali ini. Hal inilah yang menjadi bekal utama tiap generasi muda dalam menghadapi pesatnya arus globalisasi, dan mampu mampu mengakses dunia luar tanpa terpengaruhi budaya budaya yang tidak sejalan dengan budaya kita. Secara konseptual, sistem pendidikan kita sudah cukup bagus. Hanya saja yang menjadi problematika adalah media transfer ilmu. Benar sekali, Tenaga pendidiklah yang menjadi kendala utama. Metode pembelajaran yang digunakan tenaga pendidik tidak sesuai dengan kondisi pelajar saat itu. Metode tersebut cenderung membosankan, tidak menarik dan monoton. Akibatnya pelajar menjadi tidak tertarik dengan mata pelajaran tersebut dan ini sering dialami pada mata pelajaran bahasa indonesia. Sudah tidak merasa tertarik dari awal akibatnya minimnya bimbingan dari lingkungan keluarga dan menjadi benar benar tidak tertarik dipicu sistem pembelajaran yang kurang sesuai ini.
Kita harus sadar dan segera bertindak, mari kita benahi dan kita perkenalkan budaya bahasa kita yang membanggakan ini. Ibaratkan pakaian, kita dimana saja harus selalu memakai pakaian. Begitu juga dengan bahasa indonesia, sebagai identitas kebanggaan kalau kita adalah bangsa indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar