Indonesia negara demokrasi,
negara berideologi pancasila dan menerapkan pemilu dalam pemilihan calon
presiden, gubernur dan sebagainya. Pemilu yang menuntut peran aktif partai
politik untuk berusaha ekstra mencari dukungan politik dan suara dari berbagai
kalangan. Fenomena yang terjadi, saking “berusahanya” (dalam tanda kutip)
partai-partai yang ada segala bentuk usaha yang dilakukan mereka jabani
tak peduli benar atau salah. Politik uang salah satunya, entah
masyarakat kita yang bodoh atau memang masyarakat kita terjerat kemiskinan yang
memprihatinkan?
Penurunan elektabilitas
partai yang banyak terjadi dipenghujung 2012 serta awal 2013 membuktikan bahwa
masyarakat kita tidak sebodoh yang dikira. Kesadaran sebagian masyarakat akan
tidak baiknya politisi yang berpolitik dengan banyak uang. Meskipun masih
sebagian masyarakat yang sebenarnya sudah tahu buruknya akan tetapi tetap
berpatisipasi dalam politik uang bukan lain karena keterbutuhan demi bertahan
hidup di kehidupan yang tak pandang bulu. Yah pastinya pada pemilu 2014
mendatang rakyat bingung percaya dengan siapa?
Namun ditengah keterpurukan,
muncul sosok yang sangat mengispiratif dan karakternya ditunggu masyarakat
setelah sekian lama. Gaya kepemimpinan yang khas, low profile, suka blusak-blusuk dan strategi meja bundarnya yang
sukses diimplementasikan di kota solo, Jawa Tengah. Kehadirannya memberikan
secercah harapan bagi masyarakat akan keterbutuhan pemimpin yang ber-tipe
sejenis itu. Selama 6 bulan menjadi gubernur DKI Jakarta banyak terobosan-terobosan
ekstrim yang diusulkan beliau guna kemajuan Jakarta, salah satunya yang terbaru
ini merotasi perangkat Pemda setempat seperti mencopot jabatan walikota Jakarta
Selatan dan memutasi beliau menjadi kepala Perpustakaan. Keputusan tersebut
diambil bukan berdasarkan kinerja Wali Kota yang buruk, hanya saja
visi&misi serta langkah beliau tidak sejalan dengan bapak gubernur. Yah
kalo mau sukses, warga jakarta harus mau bekerjasama dengan beliau.Demi DKI
Jakarta
Yah, gaya kepemimpinan yang
ditunggu-tunggu masyarakat kita. Sebuah “gaya” yang nantinya diharapkan mampu
membawa bangsa ini melangkah maju mendahulu bangsa-bangsa lainnya. Akan tetapi
jangan sampai terjadi lagi para perangkat pemerintah PHP-in warga negaranya.
Kita tidak bodoh, tidak dungu tetapi
kita pintar, hanya saja mental bangsa kita yang perlu kita benahi.
Kadang penulis berfikir, banyak politisi
berlomba-lomba untuk mencapai puncak kekuasaan ataupun hanya menjadi perangkat legislatif/eksekutif.
Mereka tergiur akan gaji yang akan diterimanya nanti, gajinya termasuk dalam
nominal besar. Selain gaji yang didapat, dengan menjadi seseorang yang memiliki
kekuasaan akan memberikan celah-celah untuk memperkayai dirinya “KORUPSI”.
Presiden, anggota legislatif
dan eksekutif bukan sebuah status pekerjaan. Akan tetapi sebuah amanah yang
harus dijalankan semata-mata demi kesejahteraan rakyat. Andai saja, setiap perangkat pemerintah akan digaji “secukupnya”
saja, asal bisa memenuhi kebutuhan dan mensejahterakan keluarganya serta tidak
berlebihan. Bahkan ekstrimnya jika tidak digaji, bagaimana reaksi para politisi???
Saya yakin banyak dari mereka yang mengundurkan diri dari bangku kekuasaan.
Orientasi untuk memupuk kekayaan bukan untuk meng-kayakan rakyatnya.
Namun semua itu hanya
perandaian, perandaian untuk bangsa yang lebih baik. Banyak belajar dari
sejarah, dimana sejarah melahirkan sosok sosok hebat pemimpin yang harus
diteruskan perjuangannya memajukan bangsa tercinta ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar